Senin, 01 Februari 2010

Alinea - Dra. Retno Danu R., M.pd.


A. Pengertian Alinea
Alinea bukanlah suatu pembagian secara konvensional dari suatu bab yang terdiri dari beberapa kalimat, tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Keraf berpendapat ‘Alinea tidak lain adalah suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Alinea merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu ranagkaian untuk membentuk suatu gagasan.’ Alinea dikenal juga dengan nama lain paragraf. Alinea dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (bergeser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan alinea berikutnya mengikuti penyajian seperti alinea pertama. Kalimat-kalimat dalam alinea memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk suatu gagasan atau topik. Sebuah alinea dapat terdiri atas sebuah kalimat, dua buah kalimat,atau mungkin juga lebih dari dua buah kalimat.
Jadi yang dimaksud dengan Alinea adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Alinea merupakan satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Di surat kabar sering kita temukan alinea yang hanya terdiri atas satu kalimat saja. Alinea semacam itu merupakan alinea yang tidak dikembangkan. Dalam karangan yang bersifat ilmiah alinea semacam itu jarang kita jumpai.
Dalam penggabungan beberapa kalimat menjadi sebuah alinea itu diperlukan adanya kesatuan dan kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam alinea itu membicarakan satu gagasan saja. Yang dimaksud kepaduan adalah keseluruhan kalimat dalam alinea itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu gagasan itu.

Contoh sebuah alinea :
Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun, keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah sebagai masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung, penimbunan sampah terus terjadi. Hal ini mengundang keprihatinan kita karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai kaitan dengan masalah pencemaran air dan banjir. Selama pengumpulan pengangkutan, pembuangan akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat dilaksanakan dengan baik, selama itu pula sampah menjadi masalah.
Alinea di atas terdiri dari enam kalimat. Semua kalimat itu membicarakan soal sampah. Oleh sebab itu, alinea tersebut mempunyai topik ”masalah sampah” karena pokok permasalahan dalam alinea itu adalah masalah sampah.
Topik alinea adalah pikiran utama di dalam sebuah alinea. Semua pembicaraan dalam alinea itu terpusat pada pikiran utama ini. Pikiran utama itulah yang menjadi topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, ia kadang-kadang disebut juga gagasan pokok di dalam sebuah alinea. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah alinea, itulah topik alinea.

B. Persyaratan Alinea
Alinea yang efektif memenuhi dua syarat, yaitu: (1) adanya kesatuan makna (koherensi), (2) adanya kesatuan bentuk (kohesi), dan (3) hanya memiliki satu pikiran utama.
1. Kesatuan Makna (Koherensi)
Sebuah alinea dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat dalam alinea itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah saja. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan tema atau pikiran tersebut akan menyulitkan pembaca dalam memahami. Jika dalam sebuah alinea terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam alinea itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.

Perhatikan alinea di bawah ini !
Sekitar 60 hektare tanaman padi di Desa Wates, Kecamatan Undaan, dan di Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, serta sekitar 100 hektare di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, diserang hama keong mas. Agar serangan keong mas tidak meluas, Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Kudus Budi Santoso dan Kepala Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pati Pujo Winarno, Selasa (18/4), meminta agar petani melakukan antisipasi lebih dini. Pujo Winarno, (di depan) petani di Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, menyatakan ada sejumlah peternak mau membeli keong mas untuk dijadikan pakan itik.
(“Kilasan Daerah”, Kompas, 19 April 2006, h. 24)
Jika alinea di atas kita cermati, nyatalah bahwa alinea di atas membicarakan satu topik saja, yaitu “serangan keong mas”. Kalimat pertama membicarakan serangan keong mas pada tanaman padi di tiga kecamatan dalam dua daerah kabupaten di Jawa Tengah. Kalimat kedua membicarakan langkah pencegahan peluasan serangan hama keong mas. Kalimat ketiga membicarakan adanya peternak yang mau membeli keong mas.

2. Kesatuan Bentuk (Kohesi)
Kesatuan bentuk alinea atau kohesi terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus, lancar, dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan menggunakan penghubung alinea yaitu, cara repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa penghubung antarkalimat.
2.1 Penghubung Alinea
Agar alinea menjadi padu (kohesi) digunakan penghubung alinea, berupa :
1. Frasa penghubung antarkalimat
2. Kata ganti
3. Repetisi (pengulangan kata yang dipentingkan).
2.1.1 Frasa Penghubung
Jenis Frasa Penghubung Contoh Frasa Penghubung
1. Hubungan Tambahan lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula.

2. Hubungan Pertentangan akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya.

3. Hubungan Perbandingan sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan itu

4. Hubungan Akibat oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu
5. Hubungan Tujuan untuk itu, untuk maksud itu

6. Hubungan Singkatan singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.

7. Hubungan Waktu sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian

8. Hubungan Tempat berdekatan dengan itu

Alinea di bawah ini memperlihatkan pemakaian Frasa Penghubung antarkalimat !

Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah menarik tabungan deposito mereka. Sementara itu, bursa efek Indonesia mulai goncang dalam menampung serbuan para pemburu saham. Pemilik-pemilik uang berusaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual di bursa. Oleh karena itu, bursa efek berusaha menampung minat pemilik uang yang menggebu-gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka 100 persen. Bahkan, kemarin IHSG itu meloncat ke tingkat 101,828 persen.
Dengan dipasangnya penghubung antar kalimat : sementara itu, oleh karena itu, akibatnya, dan bahkan dalam alinea tersebut, kepaduan alinea terasa sekali, serta urutan kalimat-kalimat dalam alinea itu logis dan kompak.
2.1.2 Kata Ganti
Frasa Penghubung alinea dapat juga berupa kata ganti, baik kata ganti orang maupun kata ganti yang lain.
2.1.2.1 Kata Ganti Orang
Dalam usaha memadukan kalimat-kalimat dalam suatu alinea, kita banyak menggunakan kata ganti orang. Pemakaian kata ganti ini berguna untuk menghindari penyebutan nama orang berkali-kali. Kata ganti yang.dimaksud adalah saya, aku, ku, kita, kami (kata ganti orang pertama), engkau, kau, kamu, mu, kamu sekalian (kata ganti orang kedua), dia, ia, beliau, mereka, dan nya (kata ganti orang ketiga). Hal ini dapat kita lihat pada contoh alinea berikut ini :
Kata mereka dipakai sebagai pengganti kata Rizal, Rustam, dan Cahyo agar nama orang tidak disebutkan berkali-kali dalam satu alinea. Penyebutan nama orang yang berkali-kali dalam satu Alinea akan menimbulkan kebosanan serta menghilangkan keutuhan alinea.
Hal ini dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini :
Pengulangan Hajjah Utamiwati akan menimbulkan kesan kekurang paduan dua kalimat itu.

Bentuk nya dalam kalimat di atas adalah bentuk singkat dari kata ganti orang ketiga, yaitu Hajjah Utamiwati. Dengan demikian, kepaduan kalimat-kalimat itu dapat kita rasakan.

Semua kata ganti orang hanya dapat menggantikan nama orang dan hal-hal yang dipersonifikasikan. Kalimat berikut ini memperlihatkan hal yang dipersonifikasikan dari subjek kalimat.

Sesudah dikatakan bahwa kata ganti orang hanya dipakai untuk menggantikan nama orang dan hal-hal yang dipersonifikasikan. Dalam hal ini, bentuk nya merupakan pengecualian. Bentuk nya tidak
hanya menggantikan nama orang dan hal yang dipersonifikasikan, tetapi juga menggantikan benda-benda yang tidak bernyawa.

Dalam masalah pemakaian kata ganti orang ketiga, kata ganti itu harus digunakan pada tempatnya yang tepat. Beberapa contoh kalimat dalam pemakaian kata ganti orang ketiga :
1a. Buku Sutan Takdir Alisjahbana banyak sekali. Beliau adalah budayawan yang sangat
disegani.(Salah)
1b. Sutan Takdir Alisjahbana mengarang buku banyak sekali. Beliau adalah budayawan yang
sangat disegani. (Betul)
2a. Hutan-hutan di Indonesia habis ditebangi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka
hanya mementingkan diri sendiri.(Salah)
2b. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab menebangi hutan-hutan di Indonesia habis-
habisan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. (Betul)
3a. Di mana-mana pabrik didirikan oleh konglomerat. Dengan demikian, mereka menganggap
bahwa masalah pengangguran telah teratasi. (Salah)
3b. Di mana-mana konglomerat mendirikan pabrik. Dengan demikian, mereka menganggap
bahwa masalah pengangguran telah teratasi. (Betul)

2.1.2.2 Kata Ganti yang Lain
Kata ganti lain yang digunakan dalam meneiptakan kepaduan alinea ialah itu, ini, tadi, begitu, demikian, di situ, ke situ, di atas, di sana, di sini dan sebagainya.

2.1.3 Repetisi
Di samping itu, kata penghubung dapat pula berupa pengulangan kata (repetisi), seperti kata sampah pada contoh alinea yang pertama. Pengulangan kata-kata kunci ini perlu dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu sering).

Pengulangan atau repetisi kata kunci sampah, sampah organik, dan sampah anorganik membuat kalimat-kalimat dalam alinea itu jalin-menjalin menjadi satu kesatuan alinea yang padu. Penggunaan kata ganti nya yang mengacu kepada sampah organik dan sampah anorganik selain menjalin kepaduan juga membuat variasi penggunaan kata untuk menghindarkan kebosanan pembacanya (Bandingkan jika kata ganti nya dikembalikan ke kata acuannya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik).
Dalam penggunaan repetisi nama orang hendaknya dibuatkan variasinya dengan kata ganti, frasa, atau idiom yang merujuk ke pengertian yang sama.


Dalam alinea di atas, Presiden Abdurrahman Wahid digantikan dengan Gus Dur; Presiden ke-4 Republik Indonesia; Kyai dari Jawa Timur; dia; mantan ketua PBNU. Selain penggunaan kata gantinya, dalam alinea di atas digunakan kata sambung bahkan dan kata kata penghubung antarkalimat akibatnya dan namun.

3. Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama
Alinea yang baik harus hanya memiliki satu pikiran utama atau gagasan pokok. Jika dalam satu alinea terdapat dua atau lebih pikiran utama, alinea tersebut tidak efektif. Alinea tersebut harus dipecah agar tetap memiliki hanya satu pikiran utama. Satu pikiran utama itu didukung oleh pikiran-pikran penjelas. Pikiran-pikiran penjelas ini lazimnya terwujud dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas yang tentu harus selalu mengacu pada pikiran utama.

C. Struktur Alinea
Kalimat-kalimat yang membangun alinea pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu :
(1) kalimat topik atau kalimat utama, dan
(2) kalimat penjelas atau kalimat pendukung.
Kalimat topik atau kalimat utama, biasanya ditempatkan secara jelas sebagai kalimat awal suatu alinea. Kalimat utama ini kemudian dikembangkan dengan sejumlah kalimat penjelas sehingga ide atau gagasan yang terkandung kalam kalimat utama itu menjadi semakin jelas.
1. Kalimat Topik
Biasanya diletakkan pada awal alinea, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir alinea. Kalimat pokok adalah kalimat inti yang berupa ide atau gagasan dari sebuah alinea. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
Ciri kalimat topik adalah:
1. mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci atau diuraikan
lebih lanjut
2. merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri
3. mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan
kalimat lain
4. dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung dan frasa transisi.

2. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu alinea.
Ciri kalimat penjelas adalah:
1. (dari segi arti) sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri
2. arti kalimat kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan
kalimat lain dalam alinea
3. pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung dan frasa
transisi
4. isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang mendukung
kalimat topik
Kalimat-kalimat penjelas atau kalimat-kalimat bawahan itu menjelaskan kalimat topik dengan empat cara, yaitu:
1. Dengan ulangan, yaitu mengulang balik pikiran utama. Pengulangannya biasanya menggunakan kata-kata lain yang bersamaan maknanya (sinonimnya).
2. Dengan pembedaan, yaitu dengan menunjukkan maksud yang dikandung oleh pikiran utama dan
menyatakan apa yang tidak terkandung oleh pikiran utama.
3. Dengan contoh, yaitu dengan memberikan contoh-contoh mengenai apa yang dinyatakan dalam kalimat topik.
4. Dengan pembenaran, yaitu dengan menambahkan alasan-alasan untuk mendukung ide pokok. Biasanya kalimat pembenaran itu diawali/disisipi kata “karena, sebab”.

D. Jenis-jenis Alinea
Jenis alinea itu bermacam-macam, secara umum ada tiga dasar penjenisan alinea, yaitu (1) posisi kalimat topiknya, (2) isinya, dan (3) fungsinya dalam karangan.
1. Berdasarkan posisi atau letak kalimat topiknya, alinea dibedakan atas:
a. alinea deduktif
b. alinea induktif
c. alinea deduktif-induktif
d. alinea ineratif
e. alinea deskriptif atau naratif.
Alinea deduktif adalah alinea yang kalimat topiknya terletak pada awal alinea. Istilah deduktif artinya bersifat deduksi. Kata deduksi yang berasal dari bahasa Latin: deducere, deduxi, deductum berarti ‘menuntun ke bawah; menurunkan’; deductio berarti ‘penuntunan; pengantaran’. Alinea deduktif merupakan alinea yang dimulai dari pernyataan yang bersifat umum, kemudian diturunkan atau dikembangkan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus. Pernyataan yang bersifat khusus itu bisa berupa penjelasan, rincian, contoh-contoh, atau bukti-buktinya. Karena alinea itu dikembangkan dari pernyataan umum dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan khusus, dapatlah dikatakan bahwa penalaran alinea deduktif itu berjalan dari umum ke khusus.
Sebaliknya, jika kalimat topik terletak pada akhir alinea, alinea tersebut disebut alinea induktif. Istilah induktif artinya bersifat induksi. Kata induksi yang berasal dari bahasa Latin: ducere, duxi, ductum berarti ‘membawa ke; mengantarkan’; inducere, induxi, inductum berarti ‘membawa ke; memasukkan ke dalam’. Lebih lanjut istilah induksi dijelaskan sebagai metode pemikiran yang bertolak dari hal khusus untuk menentukan hukum atau simpulan. Karena pernyataan khusus dapat berupa contoh-contoh, dan pernyataan umum itu berupa hukum atau simpulan, maka dapat dikatakan bahwa alinea induktif itu dikembangkan dari contoh ke hukum atau simpulan.
Adakalanya seorang penulis tidak cukup menegaskan pokok persoalannya pada kalimat awal alinea. Setelah menjelaskan isi kalimat topik atau memberikan rincian, contoh-contoh, atau bukti-buktinya, penulis merumuskan simpulannya dengan sebuah kalimat pada akhir alineanya. Simpulan itu dapat berupa kalimat awal alinea tersebut, dan dapat pula dengan sedikit divariasikan, tetapi makna atau maksudnya sama. Alinea semacam inilah yang disebut alinea campuran. Sebab, menggunakan cara deduktif juga induktif. Selain kedua alinea di atas, terdapat pula jenis
Alinea ineratif, yaitu alinea yang memiliki kalimat topik di tengah alinea. Adapun yang dimaksud dengan alinea deskriptif/ naratif atau penuh kalimat topik adalah alinea yang tidak secara jelas menampilkan kalimat topiknya. Karena tidak jelas kalimat topiknya, ada orang yang menyebutnya sebagai alinea tanpa kalimat topik. Walaupun kalimat topiknya tidak jelas, alinea tersebut tetap memiliki topik atau pikiran utama yang berupa intisari alinea. Alinea semacam ini banyak kita jumpai dalam karangan berjenis naratif atau deskriptif. Oleh karena itu, alinea semacam ini sering disebut juga alinea naratif atau deskriptif.

Alinea di atas terbentuk oleh enam buah kalimat. Kalimat awal alinea bukan kalimat utamanya. Kalimat akhir pun bukan kalimat utamanya. Kalimat utama alinea di atas tidak tersurat jelas. Namun, dapat disimpulkan bahwa pikiran utama atau topik alinea di atas yaitu pada “suatu malam gadis cantik itu meninggalkan rumahnya.”

2. Berdasarkan isinya, alinea dibedakan atas:
a. alinea naratif
b. alinea deskriptif
c. alinea ekspositoris
d. alinea argumentatif
e. alinea persuasif.

Secara harfiah, alinea naratif adalah alinea yang bersifat atau berhubungan dengan karangan jenis narasi. Narasi adalah jenis karangan yang isinya mengisahkan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, alinea naratif adalah alinea yang isinya mengisahkan kehidupan seseorang. (Bahasa Latin: narrare: menceritakan; bercerita; narratio: penceritaan; narrativus: bersifat penceritaan).

Alinea deskriptif (dari bahasa Latin: describere: membuat gambaran; descriptio: pemerian, pembeberan, penggambaran) adalah alinea yang isinya menggambarkan keadaan sesuatu atau suasana tertentu, atau yang isinya membeberkan hal orang, benda, keadaan, sifat, atau keadaan tertentu. Untuk memberikan gambaran tentang sesuatu, biasanya penulis merinci sesuatu itu secara lengkap dan cermat. Dengan membaca rincian yang lengkap dan cermat, pembaca memperoleh gambaran tentang keadaan atau sosok sesuatu.

Alinea ekspositoris (bahasa Latin: exponere: membentangkan, memaparkan) adalah alinea yang berisi pemaparan sesuatu sehingga pembaca memperoleh wawasan atau pengetahuan yang disampaikan oleh penulis. Untuk mengkonkretkan pemaparannya, penulis mengemukakan contoh-contoh, bukti-bukti, atau proses sesuatu yang dikemukakannya.

Alinea argumentatif (bahasa Latin: arguere: membuktikan, meyakinkan seseorang; argumentatio: pembuktian) adalah alinea yang isinya meyakinkan pembaca dengan mengemukakan bukti-bukti konkret atau fakta-fakta yang konkret. Dengan menyampaikan bukti-bukti atau fakta sesuatu yang dikemukakan, diharapkan pembaca meyakini pernyataan penulis.

Alinea persuasi (bahasa Latin: persuadere: meyakinkan seseorang; membujuk; persuatio: keyakinan; bujukan) adalah alinea yang isinya mempengaruhi atau membujuk pembacanya untuk mengikuti apa yang disarankan oleh penulisnya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya penulis tidak cukup dengan mengemukakan bukti-bukti yang meyakinkan, tetapi juga menyampaikan saran atau ajakan untuk melakukan sesuatu. Biasanya saran atau ajakan tersebut disampaikan pada akhir alinea atau akhir karangan. Contoh yang nyata adalah alinea dalam suatu iklan sesuatu. Adapun kata-kata yang digunakan untuk membujuk atau menyarankan antara lain jangan lewatkan kesempatan, jangan salah pilih, pilihlah, gunakan, beli saja, dsb.

3. Berdasarkan fungsinya dalam karangan, alinea dibedakan atas:
a. alinea pembuka
b. alinea penghubung atau pengembang
c. alinea penutup.

3.1 Alinea Pembuka
Alinea ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian dan berfungsi membuka atau mengawali pembahasan dalam karangan tersebut. Sepanjang apa pun karangan yang dibuat, alinea pembukanya hanya satu saja.. Oleh sebab itu, alinea pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik perhatian ini ialah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan dari para orang terkemuka atau orang yang terkenal.
3.2 Alinea Pengembang
Alinea pengembang ialah alinea yang terletak antara alinea pembuka dan alinea yang terakhir sekali di dalam bab atau anak bab itu. Alinea ini mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Dengan kata lain, alinea pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu alinea dan alinea lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Alinea itu dapat dikembangkan dengan cara ekspositoris, dengan cara deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentatif yang akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.

3.3 Alinea Penutup
Alinea penutup adalah alinea yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu. Biasanya, alinea penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya. Semua alinea yang terdapat di antara alinea pembuka dan alinea penutup, yang jumlahnya tidak tertentu, disebut alinea penghubung atau alinea pengembang karena fungsinya mengembangkan gagasan dalam pembahasan persoalan dalam karangan itu.

E. PENGEMBANGAN ALINEA
Pengembangan alinea berkaitan erat dengan posisi kalimat topik karena kalimat topiklah yang mengandung inti permasalahan atau ide utama alinea. Selain posisi kalimat topik, pengembangan alinea berhubungan pula dengan fungsi alinea yang akan dikembangkan: sebagai alinea pembuka, pengembang, atau penutup. Akhirnya, metode pengembangan alinea akan bergantung pula pada sifat informasi yang akan disampaikan: persuatif, argumentative, naratif, deskriptif, atau ekspositoriss.
Setelah mempertimbangkan ketiga faktor di atas, barulah seseorang memilih satu metode pengembangan alinea yang dianggap tepat dan efektif.
Metode yang dipakai adalah :
1. Metode definisi
2. Metode proses
3. Metode contoh
4. Metode sebab-akibat
5. Metode umum-khusus
6. Metode klasifikasi
Dalam praktek mengarang, keenam metode pengembangan alinea tersebut dapat dipakai silih
Berganti sesuai dengan keperluan pengarang atau penulisnya. Jumlah alinea tidak terbatas pada satu atau dua alinea untuk setiap jenis.

1. Metode Definisi
Yang dimaksud dengan definisi adalah usaha penulis untuk menerangkan pengertian/ konsep istilah tertentu. Satu hal yang perlu diingat dalam membuat definisi, kita tidak boleh mengulang kata atau istilah yang kita definisikan di dalam teks definisi itu.

2. Metode Proses
Sebuah alinea dikatakan memakai metode proses apabila isi alinea menguraikan suatu proses. Proses merupakan suatu urutan tindakan atau perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu.

3. Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrasi selalu ditampilkan. Contoh-contoh terurai, lebih-lebih yang memerlukan penjelasan rinci tentu harus disusun berbentuk alinea.

4. Metode Sebab-Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk menerangkan suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya, atau sebaliknya. Faktor yang terpenting dalam metode kausalitas ini adalah kejelasan dan kelogisan. Artinya, hubungan kejadian dan penyebabnya harus terungkap jelas dan informasinya sesuai dengan jalan pikiran manusia. Metode kausalitas umumnya tampil di tengah karangan yang berisi pembahasan atau analisis. Sifat alinea argumentative murni atau dikombinasikan dengan deskriptif atau ekspositoris.
5. Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusus atau khusus-umum paling banyak dipakai untuk mengembangkan gagasan alinea agar tampak teratur.

6. Metode Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokkan benda-benda atau nonbenda yang memiliki ciri seperti sifat, bentuk, ukuran, dan lain-lain, cara yang paling tepat. Namun, pengelompokkan tidak berhenti pada inventaris persamaan dan perbedaan. Setelah dikelompokkan, lalu dianalisa untuk mendapatkan generalisasi, atau paling tidak untuk dperbandingkan atau dipertentangkan satu sama lain.



DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Finoza, Lamudin. Komposisi. Jakarta : PT. Gramedia. 1999.
Keraf, Gorys. Cara Menulis. Jakarta : PT. Gramedia. 1999.
Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta : PT. Gramedia. 2004.

Internet :
http://sunarno5.wordpress.com/2008/12/02/paragraf-induksi-dan-deduksi/
http://organisasi.org/pengertian_paragraf_alinea_dan_bagian_dari_paragraf_bahasa_indonesia
http://oefy.blogmalhikdua.com/index.php/archives/44
http://www.smak2.com/index.php?option=com_content&view=article&id=49&Itemid=16
http://perpusol-samsam.blogspot.com/2009/05/paragraf-dalam-bahasa-indonesia.html
http://ww.sentra-edukasi.com/2009/08/materi-bindo-definisi-paragraf
http://basasin.blogspot.com/2009/06/macam-macam-paragraf.html
http://peperonity.com/go/sites/mview/bahasa-indonesia/17750098

PARAGRAF DALAM BAHASA INDONESIA


A.1. Pendahuluan

Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut.Sebuah paragraf mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua buah kalimat.

Contoh sebuah paragraf :
Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun, keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah sebagai masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung, penimbunan sampah terus terjadi. Hal ini mengundang keprihatinan kita karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai kaitan dengan masalah pencemaran air dan banjir. Selama pengumpulan pengangkutan, pembuangan akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat dilaksanakan dengan baik, selama itu pula sampah menjadi masalah.

Paragraf ini terdiri atas enam kalimat. Semua kalimat itu membicarakan soal sampah. Oleh sebab itu, paragraf itu mempunyai topik ”masalah sampah” karena pokok permasalahan dalam paragraf itu adalah masalah sampah.
Dalam tulisan-tulisan lain mungkin kita menjumpai topik paragraf,
scperti
a. peranan bahasa dalam kehidupan;
b. penyebab kebakaran hutan:
c. manfaat koperasi;
d. Tragedi Semanggi;
e. kehidupan di ruang angkasa;
f. Trisakti sebagai karnpus reformasi.

Topik paragraf adalah pikiran utama di dalam sebuah paragraf. Semua pembicaraan dalam paragraf itu terpusat pada pikiran utama ini. Pikiran utama itulah yang menjadi topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, ia kadang-kadang disebut juga gagasan pokok di dalam sebuah paragraf. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah paragraf, itulah topik paragraf.


A.2. Syarat-Syarat Paragraf

Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.

a) Kesatuan Paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.
Perhatikan paragraf di bawah ini.

Jateng sukses, Kata-kata ini meluncur gembira dari pelatih regu Jateng setelah selesai pertandingan final Kejurnas TinjuAmatir, Minggu malam, di Gedung Olahraga Jateng, Semarang.

Kota Semarang terdapat di pantai utara Pulau Jawa, ibu kota Propinsi Jateng.

Pernyataan itu dianggap wajar karena yang diimpi-impikan selama ini dapat terwujud, yaitu satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu.

Hal itu ditambah lagi oleh pilihan petinju terbaik yang jatuh ke tangan Jateng.

Hasil yang diperoleh itu adalah prestasi paling tinggi yang pemah diraih oleh Jateng dalam arena seperti itu.

Dalam paragraf itu kalimat ketiga tidak menunjukkan keutuhan paragraf. Oleh sebab itu, kalimat tersebut harus dikeluarkan dari paragraf
b) Kepaduan Paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait kalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-kalimat dalam paragraf itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicarakan

Pengait Paragraf
Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, berupa :
1) Ungkapan penghubung transisi,
2) Kata ganti, atau
3) Kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan).
Ungkapan pengait antar kalimat dapat berupa penghubung/transisi.
1. Beberapa Kata Transisi
1. Hubungan tambahan : lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula.
2. Hubungan pertentangan : akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya.
3. Hubungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan itu
4. Hubungan akibat : oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu
5. Hubungan tujuan : untuk itu, untuk maksud itu
6. Hubungan singkatan : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.
7. Hubungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian
8. Hubungan tempat : berdekatan dengan itu
Paragraf di bawah ini memperlihatkan pemakaian ungkapan pengait antarkalimat yang berupa ungkapan penghubung transisi.
Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah menarik tabungan deposito mereka. Sementara itu, bursa efek Indonesia mulai goncang dalam menampung serbuan para pemburu saham. Pemilik-pemilik uang berusaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual di bursa. Oleh karena itu, bursa efek berusaha menampung minat pemilik uang yang menggebu-gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka 100 persen. Bahkan, kemarin IHSG itu meloncat ke tingkat 101,828 persen,
Dengan dipasangnya pengait antarkalimat sementara itu, oleh karena itu, akibatnya, dan bahkan dalam paragraf tersebut, kepaduan paragraf terasa sekali, serta urutan kalimat-kalimat dalam paragraf itu logis dan kompak.

2) Kata Ganti
Ungkapan pengait paragraf dapat juga berupa kata ganti, baik kata ganti orang maupun kata ganti yang lain.
(1) Kata Ganti Orang
Dalam usaha memadu kalimat-kalimat dalam suatu paragraf, kita banyak menggunakan kata ganti orang. Pemakaian kata ganti ini berguna untuk menghindari penyebutan nama orang berkali-kali. Kata ganti yang.dimaksud adalah saya, aku, ku, kita, kami (kata ganti orang pertama), engau,kau, kamu, mu,kamu sekalian (kata ganti orang kedua),' dia, ia, beliau, mereka, dan nya (kata ganti orang ketiga). Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini.
Rizal, Rustam, dan Cahyo adalah teman sekolah sejak SMA hingga perguruan tinggi. Kini mereka sudah menyandang gelar dokter dari sebuah universitas negeri di Jakarta. Mereka merencanakan mendirikan suatu poliklinik lengkap dengan apoteknya. Mereka menghubungi saya dan mengajak bekerja sarna, yaitu saya diminta menyediakan tempatnya karena kebetulan saya memiliki sebidang tanah yang letaknya strategis, Saya menyetujui permintaan mereka.
Kata mereka dipakai sebagai pengganti kata Rizal, Rustam, dan Cahyo agar nama orang tidak disebutkan berkali-kali dalam satu paragraf. Penyebutan nama orang yang berkali-kali dalam satu Paragraf akan menimbulkan kebosanan serta menghilangkan keutuhan paragraf. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.
Hajjah Utamiwati adalah ketua majelis taklim di desa ini. Rumah Hajjah Utamiwati terletak dekat masjid Nurul Ittihad.
Pengulangan Hajjah Utamiwati akan menimbulkan kesan kekurang paduan dua kalimat itu. Kesannya akan lain jika kalimat itu diubah sebagai berikut.
Hajjah Utamiwati adalah ketua majelis taklim di desa ini. Rumahnya terletak dekat masjid Nurul Ittihad.
Bentuk -nya dalam kalimat di atas adalah bentuk singkat kata ganti orang ketiga, yaitu Hajjah Utamiwati. Dengan demikian, kepadu kalimat-kalimat itu dapat kita rasakan.
Penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, beliau, dapat dilihat pada kalimat berikut ini.
Ibu Sud adalah pencipta lagu empat zaman yang sangat produktif. Beliau telah menciptakan tidak kurang dari dua ratus buah lagu.
Semua kata ganti orang hanya dapat menggantikan nama orang dan hal-hal yang dipersonifikasikan. Kalirnat berikut itu memperlihatkan hal yang dipersonifikasikan dari subjek kalimat. Oleh sebab itu, kalimat ini masih dibenarkan.
Pada tahun yang lalu India dilanda kelaparan. Ia mengharapkan uluran tangan negara lain.
Sesudah dikatakan bahwa kata ganti orang hanya dipakai untuk menggantikan nama orang dan hal-hal yang dipersonifikasikan. Dalam hal ini, bentuk -nya merupakan pengecualian. Bentuk -nya tidak hanya menggantikan nama orang dan hal yang dipersonifikasikan, tetapi juga menggantikan benda-benda yang tidak bemyawa.Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut :
Sepatu saya sudah rusak. Saya harus segera menggantinya.
Kain bahan celana ini pas-pasan. Si penjahit harus pandai memotongnya.

Dalam masalah pemakaian kata ganti orang ketiga, kata ganti itu harus digunakan pada tempatnya yang tepat.
1) Buku Sutan Takdir Alisjahbana banyak sekali.Beliau adalah budayawan yang sangat disegani. (Salah)
1 a) Sutan Takdir Alisjahbana mengarang buku banyak sekali. Beliau adalah budayawan yang sangat disegani. (Betul)
2) Hutan-hutan di Indonesia habis ditebangi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka hanya mementingkan diri sendiri.(Salah)
2 a) Orang-orang yang tidak bertanggung jawab menebangi hutan-hutan di Indonesia habis-habisan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. (Betul)
3) Di mana-mana pabrik didirikan oleh konglomerat. Dengan demikian, mereka menganggap bahwa masalah pengangguran telah teratasi. (Salah)
3 a) Di mana-mana konglomerat mendirikan pabrik. Dengan demikian, mereka menganggap bahwa rnasalah pengangguran telah teratasi. (Betul)

(2) Kata Ganti yang Lain
Kata ganti lain yang digunakan dalam meneiptakan kepaduan paragraf ialah itu, ini, tadi, begitu, demikian, di situ, ke situ, di atas, di sana, di sini dan sebagaia. Perhatikan contoh berikut .
ltu asrama mereka. Mereka tinggal di situ sejak kuliah tingkat satu sampai dengan meraih gelar sarjana. Orang tua mereka juga sering berkunjung ke situ.

(3) Kata Kunci
Di samping itu, ungkapan pengait dapat pula berupa pengulangan kata-kata kunci, seperti kata sampah pada contoh paragraf yang pertama. Pengulangan kata-kata kunci ini perlu dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu sering).

A.3 Pembagian Paragraf menurut Jenisnya
Dalam sebuah karangan (komposisi) biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat dari segi jenisnya.
1) Paragraf Pembuka
Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaea, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik perhatian ini ialah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan dari para orang terkemuka atau orang yang terkenal.
2) Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang ialah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf yang terakhir sekali di dalam bab atau anak bab itu. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf dan paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf itu dapat dikembangkan dengan eara ekspositoris, dengan eara deskriptif, dengan eara naratif, atau dengan eara argumentatif yang akan dibiearakan pada halaman-halaman selanjutnya.
3) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu. Biasanya, paragraf penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya.

A.4. Tanda Paragraf
Sebuah paragraf dapat ditandai dengan memulai kalimat pertama agak menjorok ke dalam, kira-kira lima ketukan mesin ketik atau kira-kira dua sentirneter. Dengan demikian, para pembaca mudah dapat melihat permulaan tiap paragraf sebab awal paragraf ditandai oleh kalimat permulaannya yang tidak ditulis sejajar dengan garis margin atau garis pias kiri. Selain itu, penulis dapat pula menambahkan tanda sebuah paragraf itu dengan memberikan jarak agak renggang dari paragraf sebelumnya.

A.5. Rangka atau Struktur Sebuah Paragraf
Rangka atau struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari sebuah kalimat topik, paragraf itu tidak termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimar di dalam paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait-berkait satu
dengan yang lainnya.
Kalimat topik adalah kalimat yang berisi topik yang dibiearakan pengarang. Pengarang meletakkan inti maksud pembicaraannya pada kalimat topik.
Karena topik paragraf adalah pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat utama dalam paragraf itu. Karena setiap paragraf hanya mempunyai sebuah topik, paragraf itu tentu hanya mempunyai satu kalimat utama.
Kalimat utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada paragraf itu saja. Adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi kalimat yang khusus apabila paragraf itu diperluas.
Perhatikan paragraf berikut
Penduduk Tegal, umpamanya, merasa tidak dapat hidup di daerahnya lagi karena bahan makanan yang akan dimakan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh ledakan penduduk Tegal terlalu besar sehingga daerah pertanian yang relatif tidak bertambah hasilnya itu tidak dapat menampung perkembangan penduduk. Pertumbuhan penduduk Tegal jauh lebih besar daripada perkembangan daerah pertanian yang ada di situ.
Kalau kita lihat paragraf di atas, kalimat yang paling umum' sifatnya ialah kalimat pertama, yaitu "Penduduk Tegal, umpamanya, merasa tidak dapat hidup di daerahnya lagi karena bahan makanan yang akan dimakan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan penduduk."
Kalimat-kalimat selanjutnya adalah kalimat-kalimat penjelas yang fungsinya menjelaskan gagasan utama yang terletak pada kalimat pertama.
Kalau kalimat dalam paragraf itu ditambah dengan sebuah kalimat lagi, sifat keumuman kalimat pertama itu berubah menjadi khusus. Kalimat yang ditambahkan itu berbunyi
”tidak dapat dimungkiri bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan produksi dapat menyebabkan tingkat kemakmuran berkurang."
Kalimat yang terakhir ini bersifat lebih umum daripada kalimat pertama. Kalau kalimat terakhir ini ditambahkan pada paragraf itu, kalimat terkahir ini akan menjadi kalimat utama.
Kalau kita melihat perkembangan paragraf yang kita perbincangkan ini, dapat dikatakan bahwa sebelum kalimat itu ditambahkan pada paragraf itu, kalimat utama paragraf itu berada di awal paragraf, sedangkan setelah ditambahkan, kalimat utama (kalimat topik) terletak di akhir paragraf.

Tugas Rekaman Ibu Dra. Wahju Banjarjani, M.pd.


PRONUNCIATION ASSIGNMENT
( Recording Project )

Don’t forget to record your name and your student number !

Hello my name is ......................................
I am from the “............” Class.
My student number is ...............................

1. The Alphabet

A B C D E F G H I J K L M
N O P Q R S T U V W X Y Z

2. Some Difficult Sounds

Sue – Zoo
Bus – Buzz
Pence – Pens Mouse – Mouth
Sum – Thumb
Sick – Thick Sheep – Ship
Bean – Bin
Meal – Mill Sea – She
Sue – Shoe
Puss – Push Sherry – Cherry
Sheep – Cheap
Wash – Watch

a. Look at that Sue !
Look at that zoo !



b. Listen to that bus !
Listen to that buzz !



c. Ten pence, please !
Ten pens, please !


a. Is that a mouse ?
Is that a mouth ?



b. Look at this sum.
Look at this thumb.



c. It’s sick.
It’s thick. a. Look at the sheep.
Look at the ship.



b. These are beans.
These are bins.



c. Is this a meal ?
Is this a mill a. Sea’s very quiet
today.
She’s very quiet
today.

b. There are two sues
here.
There are two shoes
here.

c. Come here ! Puss !
Come here ! Push ! a. Which is the best sherry ?
Which is the best
cherry ?

b. That’s a sheep farm.
That’s a cheap farm.



c. She’s washing television.
She’s watching
television.

3. Minimal Pairs

Sound 1 Sound 2
Ships
Sheep
Sherry
Shop
Cash
Wash
Share
Shoes
Shin
Chips
Cheap
Cherry
Chop
Catch
Watch
Chair
Choose
Chin
4. Rhyming Words

Sign pain
Rain again
Line vein
Noon June
Sign wine
Plan mine
Main lane
Hall fall

List 1
Noon
Moon
Fun
June
Spoon
Sun
Soon
None
List 2
Fall
Tall
Soul
Ball
Hall
Bowl
Roll
Foal
List 3
Eight
Hate
Light
Wait
Late
Fight
White
Height


5. Linkage
Read these sentences !
1. Where am I ?
2. How are you ?
3. Who are you ?
4. They’re in Italy.
5. Mr. and Mrs. Carter’s are on holiday.
6. Pam and Dave and Rosie are at home.
7. Mr. Carter’s in a queue in front of the cinema.
8. It’s half past eight in the evening.
9. She’s waiting for Mr. Carter.
10. She’s looking at the other people in the queue, but she can’t see him.

6. Stress
o o O o O o o o O o O
Would you walk to China if you had the time ?
o o O o o O o o O
Would you leave at a quarter to three ?
o o O o O o o o
Would you walk to China with me ?
o o O O
Where does John live ?
o O o o O
He lives near the bank.

7. Rising and Falling Intonation
Read the text below with using stress, falling, and rising intonation !
We want Lucas to go to Malaga. He’ll be traveling there now. We want him to feel safe and undiscovered. He is a problem because he wants to show how clever he is. He is young and has got tired of waiting, so he wants some action. The trouble is he wants to be involved before thinks he’s ready.

8. Falling Intonation ( )

1. This is Mr. Carter.
2. That’s Uncle Bob’s shop.
3. Mike has got a new car.
4. We haven’t got much time.
5. There’s an ambulance outside the supermarket.
6. Arthur’s playing in the garden.
7. Mrs. Carter isn’t going to work.
8. Dave works in a garage.
9. Rosie doesn’t like school.
10. We won’t go to the beach.
11. Mr. Hardy can’t climb the rope.
12. You mustn’t make a noise.
13. Where are you going ?
14. What are you doing ?
15. Why is Rosie crying ?
16. When does Mr. Carter go to work ?
17. Whose guitar is that ?
18. Who is making that noise ?
19. How do you spell your name ?
20. That boy’s very small, isn’t he ?
21. The rope isn’t very strong, is it ?
22. Mike hasn’t got much money,
has he ?
23. They aren’t going out, are they ?
24. Dave works in a garage, doesn’t he ?
25. He won’t stay, will he ?

9. Rising Intonation ( )

1. Is Mr. Carter at home
2. Are you going to school ?
3. Have you got any money ?
4. Do you like football ?
5. is Mike looking for a job ?
6. Are the boys making a noise ?
7. Does Mr. Carter work in a hotel ?
8. Can we go home now ? 9. Mustn’t we go out ?
10. Will Dave play tennis this afternoon ?
11. You are coming with me, aren’t you ?
12. They aren’t going stay here,
are they ?
13. You will help me, won’t you ?
14. We won’t go out tonight, will we ?
15. You do love me, don’t you ?

Materi Pengantar Pendidikan - Drs. J. Sambira Mambela, M.pd.


 ALIRAN – ALIRAN PENDIDIKAN

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya banyak teori yang dikemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan.

A. Aliran EMPIRISME

Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orang tua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya :
Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya
dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.

Contoh lain :
Ketika 2 anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari
mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.

Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.

B. Aliran NATIVISME

Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. Ia adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan.
Misalnya :
Anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua.
Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.

Misalnya :
Seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.

Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala berikut ini :
Ia bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang
ganas. Ia tetap hidup dan berkembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi
Crussoe makanan sesuai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara,
ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia.
Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
C. Aliran NATURALISME

Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. Ia adalah filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778. Naturalisme
mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.
Nativisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R., 1992: 9), yaitu :
a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami.
b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pendangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya. Anak dididik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya
Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar-mengajar.

D. Aliran KONVERGENSI

Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. Ia seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.

E. Aliran PROGRESIVISME

Tokoh aliran Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta
bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya.
Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga termanifestasikan di
dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.00

F. Aliran ESENSIALISME

Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat Idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya
bersifat ekletik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran. Tokoh ketiga adalah William T. Harris (1853-1909) yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah turun-temurun dari zaman ke zaman sejak zaman Renaisans

G. Aliran PARENIALISME

Tokoh aliran Parenialisme adalah Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Parenialisme memandang bahwa
kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah belajar untuk berpikir. Oleh sebab itu, peserta didik harus dibiasakan untuk berlatih berpikir sejak dini. Pada awalnya, peserta didik diberi kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan bahasa.

H. Aliran KONSTRUKTIVISME

Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Glambatista Vico, seorang epistemolog Italia. Ia dipandang sebagai
cikal-bakal lahirnya Konstruksionisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak bisa dilepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Plaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Plaget mengemukakan
bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Plaget, mengerti adalah adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul Suparno, 1997: 33).
Plaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif
dalam diri seseorang; melalui pengalam yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.

 TEORI-TEORI PENDIDIKAN

A. Teori KONEKSIONISME

Edward Lee Thorndike adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap
berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya dikenal dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi antara stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus akan memberi kesan kepada pancaindra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah yang kemudian disebut sebagai teori Connectionism.
Pendidikan yang dilakukan Thorndike adalah menghadapkan subjek pada situasi yang mengandung problem.
Model eksperimen yang ditempuhnya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan kucing sebagai objek penelitiannya. Kucing dalam keadaan lapar dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat sedemikian rupa, dengan model pintu yang dihubungkan dengan tali. Pintu tersebut akan terbuka jika tali tersentuh/ tertarik. Di luar kandang diletakkan makanan untuk merangsang kucing agar bergerak ke luar. Pada awalnya, reaksi kucing menunjukkan sikap yang tidak terarah, seperti meloncat yang tidak menentu, hingga akhirnya suatu saat gerakan kucing menyentuh tali yang menyebabkan pintu terbuka.
Setelah percobaan itu diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari kandang menjadi semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksi antara respons yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnya dilupakan. Eksperimen itu menunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus dan respons. Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar (Suwandi, 2005: 34-36).
a. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons (menerima atau
menolak) terhadap suatu stimulan. Pertama, bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, pelaksanaannya akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah laku lain. Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar siap menempuh ujian, dia akan puas bila ujian itu benar-benar dilaksanakan. Kedua, bila seseorang siap melakukan suatu tingkah laku tetapi tidak dilaksanakan, maka akan timbul kekecewaan. Akibatnya, ia akan melakukan tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaan. Contoh, peserta didik yang sudah belajar tekun untuk ujian, tetapi ujian dibatalkan, Ia cenderung melakukan hal lain (misalnya: berbuat gaduh, protes) untuk melampiaskan kekecewaannya. Ketiga, bila seseorang belum siap melakukan suatu perbuatan tetapi dia harus melakukannya, maka ia akan merasa tidak puas. Akibatnya, orang tersebut akan melakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut. Contoh, peserta didik tiba-tiba diberi tes tanpa diberi tahu lebih dahulu, mereka pun akan bertingkah untuk menggagalkan tes. Keempat, bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tetap tidak melakukannya, maka ia akan puas. Contoh, peserta didik akan merasa lega bila ulangan ditunda, karena dia belum belajar.

b. Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi menjadi 2, yaitu hukum penggunaan (the law of use), dan hukum bukan
penggunaan (the law of disuse). Hukum penggunaan menyatakan bahwa dengan latihan berulang-ulang, hubungan stimulus dan respons akan makin kuat. Sedangkan hukum bukan penggunaan menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan semakin melemah jika latihan dihentikan.
Contoh :
Bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu menghafal perbendaharaan kata, maka saat ada stimulus berupa pertanyaan “Apa bahasa Inggrisnya kata yang berbahasa Indonesia...” maka peserta didik langsung bisa merespons pertanyaan itu dengan mengingat atau mencari kata yang benar. Sebaliknya, jika tidak pernah menghafal atau mencari, ia tidak akan memberikan respons dengan benar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Makin sering diulang, akan semakin banyak yang dikuasainya. Sebaliknya, semakin tidak pernah diulang, pelajaran semakin sulit untuk dikuasai.

c. Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hubungan stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan memuaskan.
Sebaliknya, hubungan itu akan semakin lemah, jika yang dihasilkan tidak memuaskan. Maksudnya, suatu perbuatan yang diikuti dengan akibat yang menyenangkan akan cenderung untuk diulang. Tetapi jika akibatnya tidak menyenangkan, akan cenderung ditinggalkan atau dihentikan. Hubungan ini erat kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (punishment).
Contoh :
Peserta didik yang biasa menyontek lalu dibiarkan saja atau justru diberi nilai baik, anak didik itu akan cenderung mengulangnya, sebab ia merasa diuntungkan dengan kondisi seperti itu. Tetapi, bila ia ditegur atau dipindahkan sehingga temannya tahu kalau ia menyontek, ia akan merasa malu (merasa tidak diuntungkan oleh kondisi). Pada kesempatan lain, ia akan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu, sebab ia merasakan ada hal yang tidak menyenangkan baginya.


B. Teori CLASSICAL CONDITIONINS

Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Paviov, warga Rusia yang hidup pada tahun 1849-
1936. Teorinya adalah tentang conditioned reflects. Paviov mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. Penelitian yang dilakukan Paviov menggunakan anjing sebagai objeknya. Anjing diberi stimulus dengan makanan dan isyarat bunyi, dengan asumsi bahwa suatu ketika anjing akan merespons stimulan berdasarkan kebiasaan.

Ketika akan makan, anjing mengeluarkan liur sebagai isyarat dia siap makan. Percobaan itu diulang berkali-
kali, dan pada akhirnya percobaan dilakukan dengan memberi bunyi saja tanpa diberi makanan. Hasilnya, anjing tetap mengeluarkan air liur dengan angggapan bahwa dibalik bunyi itu ada makanan. Lewat penemuannya, Paviov meletakkan dasar behaviorisme sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi berbagai penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori belajar.

Prinsip belajar menurut Paviov adalah sebagai berikut :
a. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan antara perangsang (stimulus) yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
b. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
c. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme/ individu.
d. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak.
e. Semua aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.

C. Teori OPERANT CONDITIONINS

Teori ini dikemukakan oleh Burhus Frederic Skinner. Ia membedakan tingkah laku responden, yaitu tingkah
laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas. Misalnya, kucing lari ke sana kemari karena melihat daging. Operant Behavior adalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang belum diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri, dan belum tentu dikehendaki oleh stimulus dari luar. Misalnya, kucing lari ke sana kemari karena kucing itu lapar, bukan karena melihat daging (Sri Rumini, 1993: 75-76). Sesuai dengan 2 tingkah laku tersebut, ada 2 macam kondisi, yaitu pertama, Respont Conditioning. Kondisi ini sebagai tipe S, karena menitikberatkan pada stimulus. Hal ini sama dengan kondisi yang dikemukakan oleh Paviov.
Kedua, Operant Conditioning. Kondisi ini disebut sebagai tipe R, karena menitikberatkan pada pentingnya
respons. Menurut Skinner, ada 2 prinsip umum dalam kondisi ini, yaitu :
 Setiap respons yang diikuti stimulus yang memperkuat reward (ganjaran), akan cenderung diulangi.
 Stimulus yang memperkuat reward akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons operant. Dengan kata lain, reward akan mengakibatkan diulanginya suatu respons.
Setelah melakukan eksperimen berulang-ulang, Skinner berkesimpulan bahwa mula-mula dalam jangka pendek, baik hukuman maupun hadiah, mempunyai efek mengubah dan menaikkan tingkah laku yang dikehendaki. Namun dalam jangka panjang, hadiah tetap berefek menaikkan, sedangkan hukuman justru tidak berfungsi. Artinya, antara hadiah dan hukuman tidak simetris.

D. Teori GESTALT

Max Werthelmer adalah psikolog Jerman yang menjadi tokoh teori ini. Penemuan teori gestal bermula ketika
Werthelmer melihat cahaya lampu yang berkedip-kedip saat naik kereta api pada jarak tertentu. Sinar itu memberinya kesan sebagai sinar yang bergerak datang-pergi dan tidak terputus.
Gestalt berasumsi, bila suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, kedudukan kognisi tidak seimbang
sampai problem itu terpecahkan. Kognisi yang tidak seimbang mendorong organisme untuk mencari keseimbangan sistem mental. Menurut gestalt, problem merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya. Organisme atau individu akan selalu berpikir tentang suatu bahan agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respons dari stimulus yang berupa masalah tadi.
Penerapan teori gestalt tampak pada kurikulum yang sekarang digunakan di dunia pendidikan. Kurikulum mempunyai pusat yang sama. Dalam tingkatan rendah, disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang utuh. Hal pokok diajarkan secara garis besar. Di tingkat yang lebih lanjut, kesatuan itu diberikan lagi dengan muatan yang lebih detail yang mengarah ke bagian-bagian yang telah diberikan di tingkat dasar. Begitu secara berkelanjutan di setiap jenjangnya.
Teori Gestalt dengan metode globalnya juga sangat berpengaruh dalam metode membaca dan menulis. Metode yang resmi digunakan dengan mengacu teori ini dikenal dengan istilah S.A.S (Struktural, Analitis, dan Sintesis). Metode ini dirintis oleh Dr. Ovide De Croly. Proses mengajarnya adalah sebagai berikut :
a. Pada permulaan sekali, anak dihadapkan pada cerita pendek yang telah dikenal anak dalam kehidupan keluarga. Cerita ini jelas merupakan satu kesatuan yang telah dikenal anak. Karena itu, dengan mudah anak akan segera dapat membaca seluruhnya dengan menghafal. Biarkan murid membaca sambil menunjuk kalimat yang tidak cocok dengan yang diucapkan.
b. Menguraikan cerita pendek tersebut menjadi kalimat-kalimat. Pendidik secara alamiah menunjukkan bahwa cerita pendek itu terdiri dari kalimat-kalimat. Antar kalimat diberi warna berbeda, dan antar kalimat diberi jarak yang cukup renggang.
c. Memisahkan kalimat-kalimat menjadi kata-kata. Tiap kata ditulis dengan warna yang berbeda, terpisah, dan ditulis agak berjauhan. Susunan tiap kata ditulis semakin menurun dan dibaca pelan-pelan sambil menunjuk tiap kata.
d. Memisahkan kata menjadi suku kata.
e. Memisahkan suku kata menjadi huruf, dan tiap hurufnya ditulis dengan warna berbeda.
f. Setelah mengenal huruf, peserta didik diajarkan menyusun suku kata; suku kata menjadi; dan kata menjadi kalimat.
Kebaikan metode ini adalah peserta didik bisa belajar secara alamiah, sesuai dengan prinsip persepsi gestalt. Pelajaran itu menarik, tidak menjemukan, karena dimulai dengan cerita dan kalimat-kalimat yang mengandung arti. Metode ini sesuai dengan tingkat perkembangan anak, tidak mengganggu, serta tergantung pada proses persepsinya masing-masing. Peserta didik membaca dengan memahami isinya dan akhirnya murid lebih cepat menguasai pembacaan yang sebenarnya.

E. Teori MEDAN (Field Theory)

Lingkungan dipandang sebagai gejala yang saling mempengaruhi. Teori medan memandang bahwa tingkah
laku dan atau proses kognitif adalah suatu fungsi dari banyak variabel yang muncul secara simultan (serempak). Perubahan pada diri seseorang bisa mengubah hasil keseluruhan.
Kurt Lewin (1890-1947) menjelaskan bahwa tingkah laku manusia dalam suatu waktu ditentukan oleh
keseluruhan jumlah fakta psikologis yang dialami dalam waktu tersebut. Menurutnya, fakta psikologis itu merupakan sesuatu yang berpengaruh pada tingkah laku, termasuk marah, ingatan kejadian masa lampau, dan lain-lain. Semua fakta itu menjadi ruang lingkup kehidupan seseorang. Beberapa fakta psikologis akan memberi pengaruh positif atau negatif pada tingkah laku seseorang. Keseluruhan gejala itulah yang akan menentukan tingkah laku seseorang dalam suatu waktu. Tetapi, hanya pengalaman yang disadarinya yang akan memberi pengaruh. Perubahan pada fakta psikologis akan menyusun kembali seluruh ruang kehidupan. Jadi, tingkah laku merupakan perubahan-perubahan kontinu dan dinamis. Manusia berada dan berkembang dalam suatu pengaruh perubahan-perubahan medan yang kontinu. Itulah yang dimaksud dengan teori medan dalam psikolog (Sri Rumini, 1993: 100-101).
Teori medan merupakan perkembangan dari teori gestalt. Berikut penerapan teori medan dalam proses belajar-mengajar.
a. Belajar adalah perubahan struktur kognitif (pengetahuan)
Orang belajar akan bertambah pengetahuannya, yang berarti tahu lebih banyak daripada sebelum belajar. Tahu lebih banyak berarti ruang lingkupnya bertambah luas dan semakin terdiferensikan. Itu semua berarti seseorang akan banyak memiliki fakta yang saling berhubungan
b. Peranan hadiah dan hukuman
Hadiah dan hukuman merupakan sarana motivasi yang efektif. Tetapi dalam penggunaannya memerlukan sesuatu hal yang diinginkan (hadiah). Tetapi, tugas-tugas dalam belajar untuk mencapai nilai tersebut pada umumnya dianggap sebagai hukuman yang membebani dan kurang menarik.
c. Masalah sukses dan gagal
Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses dan gagal dibanding hadiah dan hukuman. Karena, apabila tujuan yang akan dicapai bersifat intrinsik, kita akan lebih tepat mengatakan bahwa suatu tujuan mengandung hadiah dan hukuman. Pengalaman sukses dapat diperoleh melalui beberapa hal :
1. Pengalaman sukses dialami bila seseorang benar-benar mendapatkan apa yang diinginkannya. Misalnya, seseorang yang ingin lulus dalam suatu program tertentu, kemudian ternyata memang lulus.
2. Pengalaman sukses dialami bila seseorang sudah berada di dalam daerah tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, orang dikatakan lulus dalam suatu program bila tinggal mengulang beberapa mata kuliah saja.
3. Pengalaman sukses juga dialami kalau orang telah membuat suatu kemajuan ke arah tujuan yang akan dicapai. Misalnya, orang merasa berhasil kalau telah mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi ujian.
4. Pengalaman sukses juga dialami kalau orang telah berbuat dengan cara yang oleh masyarakat dianggap sebagai cara untuk mencapai tujuan. Misalnya, seseorang merasa sukses bila pada waktu ujian keluar paling awal.
Pengalaman sukses atau gagal bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin dialami sebagai sukses bagi seseorang, tetapi mungkin tidak demikian bagi orang lain. Contoh, anak yang duduk di kelas 1 SD tidak bisa menghitung 25 X 25 adalah wajar. Tetapi jika peserta didik tidak bisa, ia akan dianggap gagal.
d. Taraf Aspirasi
Pengalaman sukses dan gagal bersangkutan dengan taraf aspirasi seseorang. Untuk itu, dalam mencapai sesuatu, setiap orang perlu merumuskan tujuan meskipun masih bersifat sementara, sehingga ketika ia berada di daerah tujuan sementara tersebut, ia akan merasa berhasil.
e. Pengulangan dapat menimbulkan kejenuhan psikologis
Sebagai penerus dan penyempurna aliran gestalt, Kurt Lewin berpendapat bahwa yang diperoleh pertama pada saat belajar adalah pencerahan (insight), sedangkan pengulangan memiliki kedudukan sekunder. Memang untuk mencapai pencerahan memerlukan pengulangan, tetapi kuantitas pengulangan bukan yang menentukan insight. Justru ulangan yang terlalu banyak akan menimbulkan kejenuhan psikologis, yang mengakibatkan terjadinya diferensiasi (kekaburan). Itu berarti menambah jauhnya belajar dari pemecahan masalah.

F. Teori HUMANISTIK

Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan Carl R. Rogers adalah tiga tokoh utama dalam teori belajar
humanistik. Berikut uraian pendangan mereka :
Arthur Combs, seorang humanis, berpendapat bahwa perilaku batiniah, seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud, menyebabkan seseorang berbeda dengan orang lain. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik dapat memahami perilaku peserta didik jika ia mengetahui bagaimana peserta didik memmersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang kelihatannya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang lain.
Dalam proses pembelajaran, menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik memperoleh informasi baru, informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa peserta didik akan mudah belajar kalau bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik, karena peserta didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil.
Abraham H. Maslow dikenal sebagai salah satu tokoh psikologi humanistik. Karyanya di bidang ini berpengaruh dalam upaya memahami motivasi manusia. Ia menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh sekaligus kekuatan yang menghambat.
Suwandi (2005: 54), mengutip pendapat Maslow, mengatakan bahwa ada beberapa kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang sifatnya hierarkis. Pemenuhan kebutuhan dimulai dari kebutuhan terendah, selanjutnya meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tersebut adalah :
a. kebutuhan jasmaniah
b. kebutuhan keamanan
c. kebutuhan kasih sayang
d. kebutuhan harga diri
e. kebutuhan aktualisasi diri
Menurut ahli teori ini, hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi penting bagi individu peserta didik. Oleh karenanya, pendidik harus memerhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu beraktivitas di dalam kelas. Seorang pendidik dituntut memahami kondisi tertentu, misalnya, ada peserta didik tertentu yang sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada yang berbuat gaduh, atau ada yang tidak minat belajar. Menurut Maslow, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi. Peserta didik yang datang ke sekolah tanpa persiapan, atau tidak dapat tidur nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut, akan memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan yang dibawanya akan mengganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanis yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. Ia menyarankan adanya suatu pendekatan yang berupaya menjadikan belajar dan mengajar lebih manusiawi.
Menurut Sri Rumini (1993: 110-112), gagasan itu adalah :
a. Hasrat untuk belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat untuk belajar. Hal itu mudah dibuktikan. Perhatikan
saja, betapa ingin tahunya anak kalau sedang mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu dan belajar merupakan asumsi dasar pendidikan humanistis. Di dalam kelas yang humanistis, peserta didik diberi kebebasan dan kesempatan untuk memuaskan dorongan ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya. Orientasi ini bertentangan dengan gaya lama, dimana seorang pendidik atau kurikulum mendominasi peta proses pembelajaran.
b. Belajar yang berarti
Prinsip ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar dengan kebutuhan yang diinginkan peserta
didik. Anak akan belajar jika ada hal yang berarti baginya. Misalnya, anak cepat belajar menghitung uang receh karena uang tersebut dapat digunakan untuk membeli barang kesukaannya.
c. Belajar tanpa ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam
lingkungan yang bebas ancaman. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar ketika peserta didik dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru, atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat ancaman yang menyinggung perasaannya. Jika kenyamanan sudah dia dapatkan, pembelajaran pun akan menjadi kondusif. Anak tidak merasa tertekan dan pendidik dianggapnya sebagai fasilitator yang menyenangkan.
d. Belajar atas inisiatif sendiri
Bagi para humanis, belajar akan sangat bermakna ketika dilakukan atas inisiatif sendiri. Peserta didik akan mampu memilih arah belajarnya sendiri, sehingga memiliki kesempatan untuk menimbang dan membuat keputusan serta menentukan pilihan dan introspeksi diri. Dia akan bergantung pada dirinya sendiri, sehingga kepercayaan dirinya menjadi lebih baik.
e. Belajar dan perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan Rogers adalah bahwa belajar paling bermanfaat adalah belajar
tentang proses belajar. Menurutnya, di waktu lampau peserta didik belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis, dan apa yang didapat di sekolah dirasa sudah cukup untuk kebutuhan saat itu. Tetapi sekarang, tuntutan mengubah pola pikir yang datang setiap waktu. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat mudah dijadikan pegangan untuk mencapai sukses di masa sekarang ini. Apa yang dibutuhkan sekarang adalah orang-orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan terus akan berubah. Aliran dan teori pendidikan ini menjadi warna yang dominan di dunia pendidikan. Meski tidak dianut seluruhnya, minimal ada aliran yang diikuti dan teori yang digunakan sebagai upaya pengembangan pendidikan.

 PILAR-PILAR PENDIDIKAN

Ada enam pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan sebagai prinsip
pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan.

A. Learning to KNOW
Learning to know bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transedental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.

B. Learning to DO
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat” (praktek). Semangat retorika lebih besar dari action. Yang dimaksud learning to do bukanlah kemampuan berbuat mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran. Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya.

C. Learning to BE
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu hidup sendiri tanpa kerja sama atau saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan masa jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peerta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.

D. Learning to LIVE TOGETHER
Learning to live together ini merupakan kelanjutan yang tidak dapat dielakkan dari ketiga poin di atas. Oleh karena itu, premis ini menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.

E. Learning HOW to LEARN
Sekolah boleh saja selesai, tetapi belajar tidak boleh berhenti. Pepatah, “Satu masalah terjawab, seribu masalah menunggu untuk dijawab”, seakan sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan yang serba modern ini. Oleh karena itu, Learning How to Learn akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif, efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat baru adalah learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar lebih lanjut. Learning How to Learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari model belajar “memilih” (menghafal) menjadi model belajar “menjadi” (mencari/ meneliti). Asumsi yang digunakan dalam model belajar “memiliki” adalah “pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu, pendidik memberi pelajaran, peserta didik menerima. Yang dipentingkan dalam model belajar “memiliki” ini adalah penerima pelajaran, yang akan menerima sebanyak-banyaknya, menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan aslinya serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses belajar “menjadi”, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedang pendidik dituntut membimbing, memotivasi, memfasilitasi, memprovakasi, dan memersuasi.
F. Learning Throughout Learn
Perubahan dan perkembangan kehidupan berjalan terus-menerus yang semakin keras dan rumit. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali harus belajar terus-menerus sepanjang hayat. Learning Throughout Life ini menuntun dan memberi pencerahan pada peserta didik bahwa ilmu bukanlah hasil buatan manusia, tetapi merupakan hasil temuan atau hasil pencarian manusia. Karena ilmu adalah ilmu Tuhan yang tidak terbatas dan harus dicari, maka upaya mencarinya juga tidak mengenal kata berhenti. Bertolak dari butir-butir tersebut, gagasan paradigma baru pendidikan Indonesia dalam abad mendatang adalah: pertama, mengubah dan mengembangkan paradigma lama menjadi paradigma baru.
Tinggalkan yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan kondisi terkini. Kembangkanlah nilai-nilai lama yang sekiranya masih dapat dimanfaatkan, dan ciptakan pandangan baru yang sesuai dengan kebutuhan atau tantangan zaman. Termasuk di sini adalah perubahan pendekatan dalam pendidikan yang sentralistik dan segregatif, serta mewujudkan pendidikan masa depan dan nasional menuju terwujudnya suatu masyarakat dunia yang damai.
Pendidikan untuk perdamaian dunia hanya mungkin terwujud di dalam suatu pendidikan yang dimulai di dalam masyarakat lokal yang berbudaya. Kedua, perlunya perubahan metode penyampaian materi pendidikan. Metode yang kita gunakan selama ini rasanya terlampau banyak menekankan penguasaan informasi untuk menyelesaikan masalah. Akibatnya, kita hanya mengutamakan manusia yang patuh dan kurang memikirkan terbinanya manusia kreatif. Ketiga, paradigma pendidikan agama yang eksklusif, dikotomis, dan parsial harus diubah menjadi pendidikan yang inklusif, integralistik, dan holistis.